Puasa adalah amalan yang sangat utama. Dengan puasa seseorang akan terlepas dari berbagai godaan syahwat di dunia dan terlepas dari siksa neraka di akhirat. Puasa pun ada yang diwajibkan dan ada yang disunnahkan. Setelah kita menunaikan yang wajib, maka alangkah bagusnya kita bisa menyempurnakannya dengan amalan yang sunnah. Ketahuilah bahwa puasa sunnah nantinya akan menambal kekurangan yang ada pada puasa wajib. Oleh karena itu, amalan sunnah sudah sepantasnya tidak diremehkan.
Lakukanlah Puasa dengan Ikhlas dan Sesuai Tuntunan Nabi
Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua
syarat, yaitu:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan
ibadah menjadi tertolak.
Dalil dari dua syarat di atas adalah firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".” (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah
(mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu
mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua
rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[1]
Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman
Allah,
لِيَبْلُوَكُمْ
أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya.” (QS. Al Mulk [67] : 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang
paling ikhlas dan showab (mencocoki tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam).”
Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan
ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan
tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan
mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas,
amalan tersebut juga tidak akan diterima.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 19)
Dalil Anjuran Puasa Senin-Kamis
[Dalil pertama]
Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin,
lantas beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ
وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ
عَلَىَّ فِيهِ
“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus
atau diturunkannya wahyu untukku.”[2]
[Dalil kedua]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ
الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى
وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan
Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang
berpuasa.”[3]
[Dalil ketiga]
Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- كَانَ
يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh
pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.”[4]
Faedah Puasa Senin-Kamis
1. Beramal pada waktu utama yaitu ketika catatan amal
dihadapkan di hadapan Allah.
2. Kemaslahatan untuk badan dikarenakan ada waktu istirahat
setiap pekannya.
Catatan: Puasa senin kamis dilakukan hampir sama dengan
puasa wajib di bulan Ramadhan. Dianjurkan untuk mengakhirkan makan sahur dan
menyegerakan berbuka. Untuk masalah niat, tidak ada lafazh niat tertentu. Niat
cukup dalam hati.
Amalan yang Terbaik adalah Amalan yang Bisa Dirutinkan
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan
yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan
selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [5]
Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh
Allah. Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,
أَدْوَمُهُ
وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.”[6]
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai
Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal?
Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah
menjawab,
لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً
وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَسْتَطِيعُ
”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin
dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam lakukan.”[7]
Semoga Allah memudahkan kita melakukan amalan yang mulia
ini. Amalan yang rutin biar pun sedikit, itu lebih baik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Disusun di Pangukan-Sleman, 14 Shofar 1431 H
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 9/205,
Muassasah Qurthubah.
[2] HR. Muslim no. 1162.
[3] HR. Tirmidzi no. 747. At Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
lighoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib wa At
Tarhib no. 1041.
[4] HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 4897.
[5] HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan
qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.
[6] HR. Muslim no. 782
[7] HR. Muslim no. 783
Sumber: rumaysho.com
Sumber: rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar