Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Nabi-Nya. Dalam postingan-postingan sebelumnya, kami telah menyinggung mengenai beberapa puasa sunnah, juga membahas keutamaannya. Pada kesempatan kali ini, kami akan menyajikan materi puasa lainnya yaitu mengenai puasa Daud. Puasa Daud adalah melakukan puasa sehari, dan keesokan harinya tidak berpuasa. Semoga bermanfaat.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى
اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ
الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ
يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ
ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ
يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud,
dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa
tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau
tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa
sehari dan buka sehari.”[1]
Faedah hadits:
1. Hadits ini menerangkan keutamaan puasa Daud yaitu
berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) keesokan harinya. Inilah puasa
yang paling dicintai di sisi Allah dan tidak ada lagi puasa yang lebih baik
dari itu.
2. Di antara faedah puasa Daud adalah menunaikan hak Allah
dengan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menunaikan hak badan yaitu dengan
mengistirahatkannya (dari makan).
3. Ibadah begitu banyak ragamnya, begitu pula dengan
kewajiban yang mesti ditunaikan seorang hamba begitu banyak. Jika seseorang
berpuasa setiap hari tanpa henti, maka pasti ia akan meninggalkan beberapa
kewajiban. Sehingga dengan menunaikan puasa Daud (sehari berpuasa, sehari
tidak), seseorang akan lebih memperhatikan kewajiban-kewajibannya dan ia dapat
meletakkan sesuatu sesuai dengan porsi yang benar.
4. Abdullah bin 'Amr sangat semangat melakukan ketaatan. Ia
ingin melaksanakan puasa setiap hari tanpa henti, begitu pula ia ingin shalat
malam semalam suntuk. Karena ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
melarangnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi solusi padanya dengan
yang lebih baik. Untuk puasa beliau sarankan padanya untuk berpuasa tiga hari
setiap bulannya. Namun Abdullah bin 'Amr ngotot ingin mengerjakan lebih dari
itu. Lalu beliau beri solusi agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa keesokan
harinya. Lalu tidak ada lagi yang lebih afdhol dari itu. Begitu pula dengan
shalat malam, Nabi shallallallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk seperti
shalat Nabi Daud. Nabi Daud ‘alaihis salam biasa tidur di pertengahan malam
pertama hingga sepertiga malam terakhir. Lalu beliau bangun dan mengerjakan
shalat hingga seperenam malam terkahir. Setelah itu beliau tidur kembali untuk
mengistirahatkan badannya supaya semangat melaksanakan shalat Fajr, berdzikir
dan beristigfar di waktu sahur.
5. Berlebih-lebihan hingga melampaui batas dari keadilan dan
pertengahan dalam beramal ketika beribadah termasuk bentuk ghuluw
(berlebih-lebihan) yang tercela. Hal ini dikarenakan menyelisihi petunjuk
Nabawi dan juga dapat melalaikan dari berbagai kewajiban lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang malas, kurang semangat dan lemas ketika melaksanakan
ibadah lainnya. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam.
6. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah
mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan
tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini
sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula
jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena
ingat di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika
banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak
memperbanyak puasa. ... Wallahul Muwaffiq.”[2]
7. Tidak mengapa jika puasa Daud bertepatan pada hari Jumat
atau hari Sabtu karena ketika yang diniatkan adalah melakukan puasa Daud dan
bukan melakukan puasa hari Jumat atau hari Sabtu secara khusus.
Referensi:
* Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan ketiga, 1424 H.
* Penjelasan Syaikh ‘Ali bin Yahya Al Haddadi di website
pribadinya haddady.com
Faedah ilmu ketika safar, 13 Rabi'ul Akhir 1431 H
(29/03/2010), Via BB.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] HR. Bukhari dan Muslim no. 1159
[2] Syarh Riyadhus Sholihin, 3/470.Sumber: Rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar