Manusia, ya, kita, akan selalu dapat bertahan hidup dengan satu kata sakti. Harapan. Oleh karena menghidupi harapannyalah, sejarah manusia sudah-sedang-akan berlangsung.
Keberlangsungan hidup manusia tentu tidak sama dengan hidup makhluk-ciptaan Tuhan lainnya. Kerbau tidak punya nalar, ayam tidak punya imajinasi, dan pohon jambu tiada nurani. Tiga potensi autentik kemanusiaan itu kemudian yang membuat kita, manusia, acapkali menyombongkan diri dengan menyebut: “Hanya kamilah jenis makhluk yang berbudaya, berkeadaban”.
Kesombongan, lagi-lagi memang hanya kita manusia yang punya. Hingga akhirnya kita tahu dan ngerti, bahwa perjalanan kebudayaan kita adalah jejak langkah yang penuh cacat, penuh kealpaan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai parameter etis kehidupan bangsa kita, Indonesia Raya, ternyata masih dalam kecacatan di sana-sini. Ada nuansa dan fakta yang boleh kita simpulkan, bahwa inilah darurat keadaban hidup. Hanya dengan kesadaran untuk terus memperbaiki jejak dalam menyongsong wujud harapan itulah, satu-satunya pintu awal kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar